Loading...

Gubernur Jawa Timur [Soekarwo] : Ratusan Ribu Petani Tembakau Makin Susah Jika Rokok Rp50 Ribu

Sponsored Links
.
Loading...


Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta pemerintah pusat tidak terburu-buru mewujudkan wacana kenaikan harga ro kok sampai Rp50 ribu per bungkus. Soekarwo mengingatkan supaya pemerintah pusat melibatkan pemerintah daerah dalam menaikkan harga rokok, karena beberapa besar cukai ro kok berasal dari daerah.

 " Saya harap di panggil ke Jakarta untuk di ajak bicara serta ikut membahasnya, sebab sampai kini cuma tahu dari media massa, " ujar Soekarwo, Sabtu (20/8) seperti dikutip dari Antara.

Wacana kenaikan harga ro kok Rp50 ribu bermula dari hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi serta Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, oleh Hasbullah Thabrany dan rekan-rekannya.

Dari studi itu tampak keterkaitan pada harga ro kok serta jumlah pero kok. Melalui Lewat survey seribu orang, sejumlah 72 % mengatakan akan berhenti mero kok bila harga ro kok di atas Rp50 ribu per bungkus.

Soekarwo menjelaskan pemerintah daerah butuh di ajak urun rembuk lantaran banyak petani tembakau orang yang menggantungkan hidupnya dari ro kok. Dia cemas bila harga ro kok naik jadi pendapatan petani tembakau dan buruh di pabrik ro kok berkurang.

 " Petani tembakau akan terimbas apabila wacana itu betul-betul diwujudkan, terutama ada kira-kira 6, 1 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari ro kok, " katanya.

Diluar itu, provinsi Jawa Timur menyumbang cukai ke pusat sebesar Rp100 triliun lebih. Dari Jumlah itu kembali pada propinsi sebesar 2 persen atau sekitar Rp2, 2 triliun, lalu dibagi dengan Pemerintah Daerah.

“Dari jumlah Rp2, 2 triliun dibagi 30 % ke provinsi, serta 70 % dibagi dengan 38 kabupaten/kota se-Jatim, " tuturnya.


Disamping itu, Yayasan Instansi Konsumen Indonesia mendukung wacana kenaikan harga ro kok jadi Rp50 ribu per bungkus. Alasannya, selama ini ro kok menimbulkan dampak kesehatan yang buruk untuk masyarakat.

Menurut Sekretaris YLKI, Agus Suyatno, masyarakat ekonomi menengah ke bawah banyak yang konsumsi ro kok. Berdasarkan data survei Tubuh Pusat Statistik pada 2007 tunjukkan satu rumah tangga tingkat pengeluaran terbesar kedua yaitu konsumsi ro kok, sesudah membeli beras.

“Ini begitu ironis lantaran orang-orang meninggalkan keperluan yang lebih utama seperti pendidikan serta kesehatan, ” kata dia.

Agus juga menegaskan kalau menyusutnya konsumsi ro kok tidak bakal beresiko pada pengurangan jumlah karyawan. Argumennya, saat ini industri ro kok memanglah telah menggantikan tenaga kerja manusia dengan mesin.

“Karena mesin mampu bekerja 50 kali lipat dibandingkan manusia, jika selama satu menit manusia bekerja membuahkan satu batang ro kok, mesin dapat bekerja menghasilkan 50 batang, ” katanya. (cnn)
Sponsored Links
Loading...
SHARE

admin

admin.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
loading...
    Blogger Comment
    Facebook Comment
Loading...